Sudahkah
kita memiliki jiwa “Fastabiqul Khairat”?
Tahun telah berganti. Umur kita semakin
bertambah. Banyak dari bentuk fisik kita berubah. Rambut sudah mulai tumbuh
uban. Gigi banyak yang sudah tanggal. Kulit kita sudah tidak sekencang dulu
lagi. Penyakit pikun (mudah lupa) mulai menghampiri diri kita. Semua jadi
pelajaran berharga buat kita, bahwa semakin sempit waktu yang tersedia buat
kita untuk beramal.
Jika waktu telah sempit, maka yang seharusnya
kita lakukan adalah berlomba-lomba untuk memperbanyak amal kebaikan. Hanya
saja, ternyata kita cuma berlomba-lomba dalam menumpuk perhiasan duniawi. Hati dan pikiran kita sibuk memikirkan
bagaimana bisa membeli rumah baru yang megah, mempunyai mobil mewah, perhiasan
yang banyak, makanan enak, dan lain-lain. Padahal telah jelas bahwa Allah
memerinntahkan kita untuk memanfaatkan waktu seoptimal mungkin untuk beramal
baik (fastabiqul khairat).
“Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat)
kebaikan.” (Qs Al-Baqarah : 148)
Orang-orang yang
memiliki jiwa fastabiqul hairat adalah orang-orang yang memahami akan hakikat
hidup ini sesungguhnya.
Hal itulah yang
memotivasi Umar bin Khattab yang pada saat Perang Tabuk berkecamuk, mendapat
seruan untuk berjihad dengan menafkahkan harta dijalan Allah. Ia tak berpikir
panjang untuk segera menunaikannya. Saat Rasulullah SAW bertanya berapa yang
ditinggalkannya untuk keluarga, dengan bangga Umar berkata, “Sebanyak yang aku
serahkan pada Allah dan Rasul-Nya.” (Artinya : Setengah harta Umar diserahkan
untuk berjihad). Namun betapa Umar tercenung manakala pertanyaan yang sama
ditujukan Rasul pada sahabatnya yang lain, Abu Bakar r.a. Jawab Abu Bakar,
“Cukuplah Allah dan Rasul-Nya yang aku tinggalkan untuk keluargaku.” (Artinya :
Seluruh hartanya diserahkan untuk berjihad). Kalimat Abu Bakar membuat Umar
bergumam, “Mulai hari ini aku sadar, tampaknya aku takkan pernah bisa
mengalahkan Abu Bakar!”
Subhanallah! Luar
biasa contoh kongkrit yang para sahabat berikan kepada kita dalam hal kompetisi
dalam beramal, berjuang dan berkorban demi Allah dan Rasul-Nya. Seseorang sulit
untuk meraih derajat ini kecuali ia memiliki rasa percaya yang tinggi pada Allah bahwa apa yang ada di
sisi Allah lebih besar pahalanya. Dari
kisah tersebut kita juga melihat dengan jelas betapa (dalam urusan akhirat dan
kebaikan) Umar begitu iri terhadap Abu Bakar. Tetapi apakah iri diperbolehkan
dalam Islam?
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada hasud (yang diperbolehkan) kecuali dalam dua perkara, yaitu kepada orang yang diberi harta oleh Allah lalu ia belanjakan pada sasaran yang benar (di jalan-Nya). Dan kepada orang yang dikaruniai ilvmu dan kebijaksanaan lalu ia mengamalkan dan mengajarkannya” (HR Bukhari).
Akhirnya semua
kembali kepada pribadi kita masing-masing, mari terus berfastabiqul khairat.
SELAMAT TAHUN BARU HIJRIYAH 1434
Tidak ada komentar:
Posting Komentar